Geopark Kaldera Toba Terancam Dicabut UNESCO, Sanggam: Kita Tak Boleh Gagal Menjaga Warisan Dunia

by
Sanggam Hutapea di kawasan Windsor Castle - Inggeris.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Waktu terus berjalan bagi Kaldera Toba. Setelah mendapat “kartu kuning” dari UNESCO pada September 2023, Indonesia hanya punya waktu dua bulan tersisa untuk membenahi pengelolaan kawasan Geopark Kaldera Toba. Bila gagal, status sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) bisa dicabut. Peringatan ini memantik perhatian luas, termasuk dari pemerhati pariwisata Ir. Sanggam Hutapea, MM.

Dalam wawancara di Jakarta, Jumat (23/5/2025), Sanggam menyebutkan bahwa mempertahankan status Kaldera Toba membutuhkan kerja kolektif, bukan sekadar slogan.

“Ketika kita mengajukan Kaldera Toba ke UNESCO, kita juga menerima tanggung jawab besar untuk menjaga dan mengembangkannya. Ini warisan dunia, bukan hanya milik Sumatera Utara,” kata Sanggam Hutapea.

Sanggam menilai tata kelola pariwisata Danau Toba masih belum terintegrasi. Pemerintah pusat dan daerah dinilai masih berjalan sendiri-sendiri, sementara pelibatan masyarakat belum optimal. Hal ini diperparah dengan pendekatan top-down yang kerap mengabaikan realitas dan kebutuhan lokal.

“Wisata di Danau Toba jangan hanya dilihat dari pembangunan fisiknya. Citra dan pengalamannya belum banyak berubah. Padahal itu yang dilihat wisatawan,” ungkapnya.

Riset Kurang, Budaya Terabaikan

Sanggam juga menyoroti minimnya riset ilmiah tentang kawasan Danau Toba. Ia menegaskan bahwa pengembangan berbasis sains—geologi, budaya, sejarah—merupakan dasar penting untuk penguatan narasi destinasi kelas dunia.

Atraksi budaya, lanjutnya, juga tidak mendapat porsi layak. “Atraksi berbasis budaya lokal seharusnya digelar rutin. Tapi yang terjadi, justru nyaris tak ada panggung untuk kearifan lokal,” keluhnya.

Di sisi lain, ia memberi contoh positif dari The Parapat View Hotel di Simalungun yang menerapkan konsep wisata hijau. Hotel tersebut tidak menggunakan AC, namun tetap diminati wisatawan karena nuansa alami dan keberpihakan pada lingkungan.

“Hotel seperti Parapat View menunjukkan bahwa wisata berbasis ekologi bukan cuma wacana. Ini bisa diterapkan dengan komitmen nyata,” sebut dia lagi.

Menurutnya, bila hotel-hotel lain dan pelaku industri mau beralih ke pendekatan eco-friendly, maka kawasan Danau Toba bisa menjadi pelopor pariwisata berkelanjutan di Asia Tenggara.

Peran BUMN dan CSR

Sanggam juga mengusulkan keterlibatan BUMN dan perusahaan besar melalui penyaluran CSR yang terarah. “CSR bisa menyasar perbaikan fasilitas umum, pendidikan, hingga pelestarian alam. Perlu kolaborasi lintas sektor agar tak semua dibebankan ke pemerintah,” ujarnya.

Dua Bulan Penentuan

UNESCO memberi waktu dua tahun sejak peringatan dikeluarkan. Artinya, tenggat pada September 2025 sudah semakin dekat. Sanggam memperingatkan bahwa jika pembenahan tak dilakukan secara menyeluruh, status Geopark bisa lepas.

“Kalau dicabut, dunia akan melihat Indonesia tidak konsisten menjaga komitmennya. Reputasi kita sebagai pengusung pariwisata berkelanjutan akan runtuh,” katanya.

Menutup pernyataannya, Sanggam menyerukan agar semua elemen bangsa bergerak cepat—pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, masyarakat, dan komunitas adat.

“Mempertahankan Kaldera Toba bukan soal politik atau kepentingan jangka pendek. Ini soal masa depan identitas kita di mata dunia,” pungkas Sanggam Hutapea. (Ery)