Lebaran, Perputaran Ekonomi, dan Spirit Syawal yang Harus Tetap Naik

by
Sekjen DPP PKS, Aboe Bakar Al Habsy. (Foto: Istimewa)

Oleh: H. Aboe Bakar Al Habsyi
(Sekjen DPP PKS, Anggota DPR RI dari Dapil Kalsel I, Wakil Ketua MKD DPR RI, Anggota Komisi III DPR RI)

LEBARAN selalu menjadi momen istimewa bagi masyarakat Indonesia. Selain sebagai perayaan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa, Lebaran juga memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian. Dari belanja kebutuhan Lebaran, tradisi bagi-bagi THR, hingga pergerakan jutaan orang dalam arus mudik—semuanya berkontribusi pada perputaran ekonomi dalam skala besar.

Namun, Lebaran tahun ini terasa berbeda. Jika tahun lalu jumlah pemudik mencapai 193,6 juta orang, tahun ini diperkirakan turun menjadi 146,48 juta orang. Penurunan ini tentu berdampak pada ekonomi, mengingat pergerakan besar-besaran selama Lebaran biasanya menjadi stimulus bagi daerah tujuan mudik. Bahkan, perputaran uang selama Idul Fitri 2025 diprediksi turun dari Rp157,3 triliun tahun lalu menjadi Rp137,975 triliun.

Lalu, apa artinya bagi kita? Apakah ini pertanda ekonomi semakin sulit? Ataukah ada cara lain untuk tetap menjaga semangat dan optimisme meskipun angka-angka statistik menunjukkan perlambatan?

Lebaran dan Ekonomi: Mengapa Saling Berkaitan?

Mudik bukan sekadar tradisi, tetapi juga motor penggerak ekonomi. Saat jutaan orang kembali ke kampung halaman, mereka membawa serta uang dan membelanjakannya di daerah asal. Dari ongkos perjalanan, belanja oleh-oleh, kuliner khas, hingga jasa transportasi lokal, semua sektor mengalami lonjakan permintaan.

Bagi daerah tujuan mudik, ini adalah “musim panen” yang menguntungkan para pelaku usaha, baik di sektor formal maupun informal. Selain itu, tradisi pemberian THR juga turut mendorong peningkatan konsumsi. Karyawan yang menerima tambahan penghasilan berbelanja lebih banyak, pedagang kecil mendapatkan lebih banyak pelanggan, dan industri ritel mengalami peningkatan permintaan.

Singkatnya, roda ekonomi berputar lebih cepat saat Lebaran tiba. Namun, perlambatan ekonomi yang terjadi sejak beberapa bulan terakhir tampaknya mulai berimbas pada perayaan tahun ini. Masyarakat lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang, perusahaan lebih selektif dalam memberikan THR, dan sebagian orang bahkan memilih untuk tidak mudik karena alasan ekonomi.

Spirit Syawal: Saat Ekonomi Lesu, Semangat Harus Terus Naik

Meski Lebaran kali ini terasa lebih sepi dibanding tahun lalu, bukan berarti kita harus kehilangan semangat. Kita telah memasuki bulan Syawal, yang secara harfiah berarti “peningkatan.” Jika Ramadan adalah bulan latihan, maka Syawal adalah bulan eksekusi. Ini adalah saat untuk meningkatkan kualitas diri, tidak hanya dalam aspek spiritual tetapi juga dalam cara kita bekerja, berusaha, dan menjalani kehidupan sehari-hari.

Dalam situasi ekonomi yang menantang, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar spirit Syawal tetap terjaga:

1. Berhemat dan Bijak dalam Mengelola Keuangan

Lebaran tidak harus selalu identik dengan konsumsi besar-besaran. Yang lebih penting adalah bagaimana kita memanfaatkan rezeki dengan bijak tanpa harus berlebihan dalam belanja.

2. Menguatkan Silaturahmi Tanpa Harus Boros

Lebaran adalah momen berkumpul dengan keluarga dan teman-teman. Namun, bersilaturahmi tidak selalu harus mahal. Kehangatan sapaan, obrolan bermakna, dan saling mendukung dalam masa sulit jauh lebih berharga dibandingkan hadiah materi.

3. Meningkatkan Produktivitas dan Kreativitas

Bulan Syawal adalah bulan peningkatan. Jika ekonomi sedang lesu, maka ini saatnya kita lebih kreatif dalam mencari peluang. Bisa jadi ini adalah waktu yang tepat untuk memulai usaha kecil-kecilan, mencoba sumber penghasilan baru, atau meningkatkan keterampilan agar lebih kompetitif di dunia kerja.

4. Memperkuat Kebiasaan Baik dari Ramadan

Ramadan telah melatih kita untuk disiplin, sabar, dan peduli pada sesama. Jangan biarkan kebiasaan baik itu hilang setelah Lebaran. Jika selama Ramadan kita terbiasa bersedekah, mengapa tidak menjadikannya kebiasaan sepanjang tahun? Jika kita mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu selama sebulan, mengapa tidak mempertahankannya dalam kehidupan sehari-hari?

Lebaran Bukan Hanya Soal Ekonomi, Tapi Juga Tentang Makna dan Nilai

Memang benar bahwa Lebaran memiliki dampak besar terhadap perekonomian. Namun, lebih dari itu, Lebaran juga membawa pesan moral dan spiritual yang mendalam. Ketika ekonomi sedang tidak bersahabat, kita tetap bisa menjaga semangat dengan memperkuat nilai-nilai kebaikan yang telah kita bangun selama Ramadan. Jangan biarkan angka-angka statistik membuat kita kehilangan optimisme.

Justru inilah saatnya memperkuat semangat Syawal—semangat untuk terus meningkatkan diri dalam segala hal, baik dalam ibadah, pekerjaan, maupun kehidupan sosial. Meskipun perputaran uang tahun ini lebih rendah, semoga perputaran semangat dan kebaikan kita tetap tinggi. Sebab, sejatinya, makna Lebaran yang paling hakiki bukanlah seberapa banyak yang kita belanjakan, tetapi seberapa banyak kita meningkatkan kualitas diri.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H. Taqabbalallahu minna wa minkum. Mohon maaf lahir dan batin. ***