Soroti Dampak Deflasi Tahunan Pertama Sejak 2000, Anis Byarwati Desak Pemerintah Tangani Penurunan Daya Beli Masyarakat

by
Politisi perempuan PKS, Anis Byarwati. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pemerintah diingatkan agar segera menangani deflasi tahunan pertama yang terjadi sejak Maret 2000, dengan memperhatikan penurunan daya beli masyarakat yang terus melemah, sebagaimana rills yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini.

Hal ini disampaikan Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Ekonomi dan Keuangan, juga Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (7/3/2025).

Anis menekankan bahwa meskipun ada peningkatan Purchasing Managers’ Index (PMI), penurunan jumlah kelas menengah yang signifikan dan deflasi berturut-turut mengindikasikan ketidakseimbangan ekonomi yang perlu segera diatasi.

“Artinya setelah 25 tahun, Indonesia kembali mengalami deflasi tahunan, lembaga eksekutif perlu mendalami situasi ini dan mewaspadainya.
Deflasi yang biasanya terjadi merupakan gejala konsumen secara luas tidak bisa mengkonsumsi barang dengan wajar atau paling tidak menunda konsumsinya,” katanya.

Ia menyebut deflasi ini salah satunya disebabkan karena daya beli masyarakat masih melemah. Karena rangkaian deflasi ini, terjadi berturut turut dalam beberapa bulan, sama seperti deflasi 0,76 persen di Januari dan 0,02 persen di Februari.

“Meskipun Purchasing Managers’ Index (PMI) kembali naik di periode Februari ada di 53,6 bila dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,9, tetapi dari sisi demand menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang jumlah kelas menengah atau setara 17,13%. Sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. Padahal tahun 2029 lalu tercatat di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45%. Ini jadi indikator daya beli masyarakat yang turun,” ungkapnya lagi.

Menanggung Warisan Pemerintah Sebelumnya

Legislator perempuan PKS ini menyebut Kabinet Merah Putih (KMP) pemerintahan Prabowo Subianto telah menanggung warisan dampak makro-ekonomi dari pemerintah sebelumnya.

“Kementerian terkait saat ini harus cermat mengatasi deflasi yang terjadi terus menerus, penurunan harga yang intens bisa berdampak berkurangnya aktivitas ekonomi, sehingga harga semakin jatuh,” katanya.

Meskipun pihak BPS menyebut deflasi kali ini disebabkan diskon tarif listrik, tetapi Anis tetap mendorong program program pemerintah yang mengungkit daya beli masyarakat.

“Pada bulan Ramadhan harapannya konsumsi masyarakat meningkat seperti kajian yang diungkap Redseer Strategy Consultants yang memperkirakan total belanja masyarakat Indonesia selama Ramadan 2025 akan mencapai setara Rp 1.188 triliun, pemerintah harus memastikan diskon tarif transportasi, juga THR para pekerja termasuk ojol, sehingga mendorong permintaan secara keseluruhan dalam perekonomian,” pungkas Anis Byarwati. (Ery)