BERITABUANA.CO, SINGAPURA –– Parlemen Singapura, mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengonsolidasikan dan memperkuat kewenangan pemerintah, termasuk memperkenalkan penggunaan Perintah Pembatasan (Restraining Order/RO) untuk menjaga harmoni rasial dan mengatasi ancaman terkait di negara tersebut.
RUU Pemeliharaan Harmoni Rasial (Racial Harmony Bill/RH Bill), seperti dikutip beitabuana.co, Selasa (4/2/2025), diajukan untuk pembacaan kedua oleh Menteri Dalam Negeri dan Hukum K. Shanmugam, bersama dengan Menteri Negara untuk Urusan Dalam Negeri Sun Xueling.
RUU ini dibacakan bersamaan dengan RUU Amandemen Konstitusi Republik Singapura, yang mengubah kewenangan Presiden di bawah Konstitusi guna mengimplementasikan usulan dalam RH Bill.
RUU RH, di antara langkah-langkah lainnya, memperkenalkan sistem RO untuk menangani konten yang merugikan harmoni rasial, pendekatan berbasis komunitas dalam menangani insiden rasial, serta perlindungan untuk mencegah entitas berbasis ras digunakan sebagai alat pengaruh asing.
Pendekatan berbasis komunitas, yang dikenal sebagai Inisiatif Pemulihan Komunitas (Community Remedial Initiative/CRI), memberi kesempatan bagi pelanggar untuk memperbaiki hubungan dengan komunitas yang mereka serang.
*RUU RH tidak akan menjadi solusi sempurna untuk semua tantangan terkait ras, tetapi ini adalah sinyal kuat dari tekad kami untuk tetap bersatu sebagai satu bangsa,” kata Shanmugam.
Menteri tersebut mengutip survei tahun 2024 terhadap lebih dari 1.000 penduduk Singapura yang menunjukkan bahwa masyarakat sangat mendukung berbagai proposal dalam RUU RH.
Sementara itu, Sun mengatakan bahwa Pasal 8 dalam RUU RH memungkinkan Menteri Dalam Negeri untuk mengeluarkan RO terhadap individu yang terlibat dalam komunikasi, produksi, atau distribusi konten yang merugikan harmoni rasial di Singapura.
Namun, penerbitan RO akan tunduk pada pengamanan ketat, di mana semua RO akan ditinjau oleh Dewan Presiden untuk Harmoni Rasial dan Keagamaan (Presidential Council for Racial and Religious Harmony/PCRRH), yang akan dibentuk berdasarkan RUU ini.
Individu yang menerima RO terkait konten rasial akan dapat mengajukan banding kepada PCRRH.
RUU RH juga menetapkan bahwa entitas berbasis ras harus mematuhi langkah-langkah dasar terhadap pengaruh asing, termasuk persyaratan untuk mengungkapkan donasi dari sumber asing dan anonim, afiliasi luar negeri, serta komposisi kepemimpinan mereka.
Sun menyatakan bahwa Pasal 15 memberikan kewenangan kepada otoritas yang berwenang untuk menetapkan suatu entitas berbasis ras jika dianggap perlu atau bermanfaat dalam mencegah, mengurangi, atau menanggulangi pengaruh asing yang dapat mengancam harmoni rasial di negara tersebut.
Sebuah entitas dapat ditetapkan oleh otoritas jika mewakili atau mempromosikan kepentingan sosial, ekonomi, politik, pendidikan, linguistik, budaya, atau lainnya dari suatu ras, atau membahas isu terkait ras tertentu.
Sebagai langkah awal, asosiasi klan dan bisnis yang terkait dengan ras Tionghoa, Melayu, dan India akan ditetapkan di bawah RUU ini.
“Kami membutuhkan waktu untuk menilai entitas dalam kategori ini sebelum memberi tahu mereka apakah mereka akan ditetapkan,” ujarnya.
Sun menambahkan bahwa entitas yang ditetapkan harus mematuhi persyaratan kepemimpinan, termasuk bahwa pejabat yang bertanggung jawab harus merupakan Warga Negara Singapura atau Penduduk Tetap Singapura, serta mayoritas anggota badan pengurus atau individu yang memiliki fungsi serupa harus merupakan Warga Negara Singapura.
RUU RH ini merujuk pada peraturan yang sudah ada sebelumnya, termasuk Undang-Undang Pemeliharaan Harmoni Keagamaan (Maintenance of Religious Harmony Act/MRHA) yang diberlakukan pada tahun 1990 untuk menjaga harmoni keagamaan. (Red)





