BERITABUANA.CO, JAKARTA – Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menerangkan pemeriksaan karyawan swasta bernama Hendro Wijaya Tejaputra sebagai saksi kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen dianggap mengetahui aset tersebut berasal.
Begitu juga terhadap saksi Sales PT Risland Sutera Property, Robby Gunawan. Keduanya dianggap bisa memberikan lampu hijau untuk menelusuri aset milik tersangka mantan Dirut Taspen Antonius Kosasih dan Dirut PT Insight Investment Management Ekiawan Heri Primaryanto. Mereka diperiksa Kamis (30/1/2025)
Aset tersebut diduga berasal dari kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen. Seorang karyawan swasta bernama Hendro Wijaya Tejaputra juga diperiksa terkait hal itu.
“Saksi Robby dan Hendro didalami terkait dengan aliran uang dan aset tersangka (Kosasih dan Ekiawan),” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Jumat (31/1/2024).
Adapun KPK telah menahan Antonius Kosasih dan Ekiawan Heri Primaryanto (EHP) pekan lalu.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 2016, saat PT Taspen menginvestasikan Rp200 miliar dalam Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) yang diterbitkan PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) Tbk.
Namun, pada 2018, instrumen tersebut dinyatakan gagal bayar dan tidak layak investasi. Pada Januari 2019, setelah Antonius Kosasih menjabat sebagai Direktur Investasi PT Taspen, ia terlibat dalam pengambilan keputusan terkait skema penyelamatan investasi. Salah satu kebijakan yang diambil adalah mengarahkan konversi sukuk menjadi reksa dana RD I-Next G2 yang dikelola PT IIM.
Pada Mei 2019, PT Taspen menempatkan dana sebesar Rp1 triliun dalam reksa dana RD I-Next G2. Kebijakan tersebut melanggar aturan internal yang mewajibkan penanganan sukuk bermasalah dilakukan dengan strategi hold and average down (menahan instrumen tanpa menjualnya di bawah harga perolehan).
Akibat investasi ini, negara dirugikan sebesar Rp191,64 miliar ditambah kerugian bunga senilai Rp28,78 miliar. Sejumlah pihak mendapatkan keuntungan dari skema tersebut, yakni PT IIM, sekurang-kurangnya sebesar Rp78 miliar; PT VSI (Valbury Sekuritas Indonesia), sekurang-kurangnya sebesar Rp2,2 miliar; PT PS (Pacific Sekuritas), sekurang-kurangnya sebesar Rp102 juta; dan PT SM (Sinar Mas), sekurang-kurangnya sebesar Rp44 juta. (Kds)