BERITABUANA.CO, KUPANG -Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang memberikan perhatian serius terhadap isu dan upaya mitigasi perubahan iklim.
“Perubahan iklim juga bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” jelas Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Kupang, Djidja Kadiwanu di Kupang, Senin (2/12/2024)
Untuk itu, Pemkot Kupang telah membentuk Program Kampung Iklim (Proklim) di beberapa kelurahan, sesuai inisiatif Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengendalikan dampak perubahan iklim, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Program tersebut berujuan untuk meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat dan menguragi emisi gas rumah kaca, melalui aksi-aksi berbasis komunitas.
Kelurahan yang telah menjalankan Proklim diantaranya Kelurahan Fatukoa, Kelurahan Batuplat dan Kelurahan Naikoten I sejak tahun 2021, dan tahun 2023 diperluas ke delapan kelurahan baru termasuk Kelurahan Naioni dan Kelurahan Liliba.
Dan tahun 2024 fokus pada enam kelurahan lainnya seperti Kelurahan Belo dan Kelurahan Oetete. Sehingga target tahun 2025 seluruh kelurahan di Kota Kupang yang berjumlah 51 kelurahan, akan masuk dalam Sistem Registrasi Nasional Proklim.
Tahap pelaksanaan Proklim tahun ini mencakup sosialisasi dan penyusunan database kelurahan terkait, agar dapat mendorog masyarakat untuk mulai melakukan adaptasi serta mitigasi perubahan iklim di lingkungannya, seperti upaa pengendalian kekeringan, peningkatan ketahanan pangan dan penanggulangan penyakit terkait iklim.
Program Manager CAPACities Catholic Relief Services (CRS) Indonesia, Upi Gufiroh mengatakan, Indonesia secara umum adalah laboratorium perubahan iklim.
Akibatnya masih banyak lembaga internasional yang menjadi lembaga donor, bagi kegiatan-kegiatan terkait isu perubahan iklim di Indonesia. Dimana, Kota Kupang menjadi salah satu kota dijadikan sebagai salah satu laboratorium perubahan iklim di Indonesia
Hal ini mengingat Kota Kupang berada di pulau kecil, yang tentunya ketika perubahan iklim terjadi, menjadi salah satu area yang terdampak perubahan iklim.
Isu yang paling terdampak di Kota Kupang adalah di sektor sumber daya air, nelayan/masyarakat pesisir, masyarakat urban dan penanganan sampah, serta perubahan lahan pertanian menjadi area pemukiman penduduk,” kata Upi Gufiroh kepada wartawan.
Untuk sektor nelayan/masyarakat pesisir misalnya, stok persediaan ikan dulu dan sekarang itu berbeda. Sekarang ini, nelayan harus bertolak ke tengah laut untuk mencari ikan, karena stok ikan sudah berkurang.
Efeknya, pembiayaan untuk kebutuhan kapal nelayan menjadi naik, belum lagi emeisi karbon yang dikeluarkan saat melaut juga bertambah tinggi. Artinya, hal ini juga penting dilihat.
“Kota Kupang juga sudah menjadi area urban, sehingga isu sampah dan kebersihan menjadi penting untuk dilihat. Karena itu, sampah menjadi bagian dari isu peruahan iklim yang harus dikelola bersama secara baik,” tegas dia.
Wilayah pertanian di Kota Kupang, juga secara perlayan berubah menjadi area permukiman penduduk sejalan dengan keberadaan Kota Kupang sebagai kota urban.
Selama ini kebutuhan masyarakat Kota Kupang akan beras dan bahan makanan lainnya juga ditopang dengan pasokan dari wilayah atau kabupaten sekitar di Pulau Timor serta dipasok dari luar Provinsi NTT. Sehingga menjadi bertambah, kerentanan terhadap resiko perubahan iklim.
Upaya-upaya uamh dapat dilakukan untuk mitigasi perubahan iklim diantaranya menghemat energi, tidak konsumtif, mengelola sampah, menggunakan transportasi ramah lingkungan.
Disamping itu juga dengan menanam pohon, mengurangi penggunaan energi, mengurangi konsumsi air dan memilih produk ramah lingkungan. (iir)