BERITABUANA.CO, JAKARTA – DPR dan pemerintah merasa telah melakukan upaya maksimal mencegah kekerasan dalam rumah tangga. Salah satu upayanya adalah melalui regulasi dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 adalah Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PDRT/UU PKDRT).
Menurut Anggota Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis selain UU KDRT, DPR dan pemerintah juga masih melakukan upaya pencegahan dengan mengesahkan dan memberlakukan UU yang masih beririsan dengan pencegahan KDRT antara lain UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu Dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA), juga UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang.
“Tapi kenapa sih masalah ini berulang terus? Gimana sih permasalahannya? Saya lihat ada permasalahan itu di hulu dan di hilir. Di hulu, masyarakat menganggap laki-laki itu super, maka dia harus menguasai perempuan. Nah, sebaliknya juga perempuan juga menganggap dia lemah. Jadi merangkap dilema yang harus dilindungi,” ungkap Iskan dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘Upaya DPR dan Pemerintah Tekan Kasus KDRT di Tengah Maraknya KDRT’ di Ruang PPIP Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Jadi karena itu banyak terjadi di apa stunting itu kan karena kurang perhatian di masa hamil, ya itu juga kekerasan juga sama anak ya jadi kita melihat perlu undang-undang ini dibuat dan juga tentang kasus-kasus yang terjadi juga sebetulnya selain ada undang-undang KDRT ada juga perdagangan orang dan juga terjadi bisa sepertinya menuntut ke pidana umum juga.
Meski adalam ajaran agama yang diyakini, diakui Iskan secara konsep perempuan diposisikan lemah dibanding laki-laki, namun dalam artian luas kiprah perempuan banyak yang ternyata lebih memiliki ‘kuasa” dibanding laki-laki. Seperti banyak perempuan hebat yang menjadi pemimpin negara.
“Jadi itu dulu yang harus kita hilangkan. Jangan kita merasa perempuan itu lemah, tapi harus mampu gitu ya,” tegasnya.
Kedua, saran politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, di sisi lain laki-laki juga jangan merasa memiliki power. Karena dalam banyak pekerjaan di institusi atau lembaga, ternyata laki-laki juga harus bermitra dengan perempuan.
Oleh karena itu, ia menekankan yang penting ditanamkan dalam persoalan ini adalah pentingnya komunikasi, misalnya di dalam rumah tangga antara suami istri harus komunikatif agar tercipta hubungan yang harmonis. Karena laki-laki punya pikiran sendiri, juga perempuan punya pikir sendiri.
Dalam hubungan yang lebih luas, Iskan menekankan perlunya negara memberikan porsi kepada perempuan untuk meningkatkan potensi dirinya. Tidak harus jabatan strategis negara harus didominasi laki-laki, tetapi juga harus diberikan kepada perempuan.
“Kasihlah dia (perempuan jabatan) menteri. Jadi negara harus juga ikut dalam pencegahan KDRT. Saya setuju ini,” tegas Iskan.
Oleh karena itu, ia menegaskan hal utama yang harus dilakukan negara adalah memperbaiki hulunya. “Prinsipnya kita ingin hulunya harus kita perbaiki. Hulunya dimana? Ada pada kebijakan negara, undang-undang untuk mengubah perilaku. Kemudian di hilirnya kita harus diperhatikan. Yaitu bagaimana penyebab banyak kekerasan, misalnya pernikahan dini atau ingin cepat nikah,” pungkas Iskan.
Senada, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan dalam upaya preventif pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan yang ada.
Tetapi, upaya mencegah dan memperbaiki persoalan KDRT bukan hanya dari satu variabel yaitu perundangan-undangannya saja. Nasir mengatakan KDRT tidak tunggal menjadi variabel terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Menurut Nasir, persoalannya bukan hanya sekedar peraturan perundang-undangan tapi ada variabel-variabel lain yang juga ikut menghadirkan kekerasan dalam rumah tangga. Karena itu upaya untuk menghadirkan harmonisasi dalam kehidupan rumah tangga.
“Maka di samping upaya pembentukan perundang-undangan yang bisa merespon situasi ini maka lingkungan sosial itu berpengaruh dan berperan besar untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,” sebut Nasir.
Kembangkan Sikap Toleransi dan Gotong Royong
Psikologi dari Universitas Indonesia (UI) Mintarsih Abdul Latief mengaku ada banyak penyebab terjadinya KDRT misalnya karena faktor ekonomi yang membuat seoarng ayah tertekan yang akhirnya melampiaskan kekesalannya kepada isteri atau anaknya.
Selain itu, KDRT juga bukan hanya terjadi antara kekerasan yang dilakukan seorang suami kepada isteri, tetapi bisa juga kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anaknya seperti yang terjadi di Bali.
Untuk itu, Mintarsih menekankan pentingnya sikap toleransi oleh tetangga atau orang lain di lingkungannya. Sebab dengan sikap toleran ini akan menimbulkan keberanian dan kepedulian.
Ia encontoh, apabila melihat sebuah keluarga yang kekuarangan dari sisi ekonomi kemudian dari persoalan ekonomi itu, harus muncul sikap toleran untuk membantu sehingga potensi keributan atau KDRT bisa dicegah.
“Bagaimana mengatasinya? Kita kembalikan dalam hal masyarakat yang bisa saling membantu, saling gotong royong,” sarannya. (Kds)