BERITABUANA.CO, JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan SINOPEC, yang merupakan BUMN Migas Republik Rakyat Tiongkok, menandatangani Nota Kesepahaman (MOU) yang menandai kolaborasi strategis kedua belah pihak. Penandatanganan MOU tersebut dilaksanakan Selasa (3/9/2024), di Bali yang disaksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dan Administrator Administrasi Energi Nasional Republik Rakyat Tiongkok.
Potensi kolaborasi yang ada dalam MOU tersebut mencakup area antara lain : peluang kegiatan akuisisi/farm in blok eksplorasi/produksi, kolaborasi pada kegiatan peningkatan produktifitas sumur dan lapangan, program enhance oil recovery (EOR), migas non konvensional (MNK) dan kolaborasi dalam bidang CCS/CCUS.
“Perjanjian ini menandai momen penting dalam perjalanan kolektif industri hulu migas Indonesia untuk merealisasikan target yang telah ditetapkan Pemerintah yaitu 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) produksi gas untuk mendukung ketahanan energi dan masa depan yang berkelanjutan,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/9/2024)
Dwi menambahkan bahwa target peningkatan produksi minyak dan gas adalah sangat penting bagi ketahanan energi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk mencapainya memerlukan upaya gabungan, keahlian, dan inovasi dari SKK Migas dan SINOPEC. Kemudian dia menyampaikan bahwasanya dengan bekerja sama, SKK Migas dan SINOPEC dapat memanfaatkan kekuatan satu sama lain untuk mengeksplorasi batas-batas baru, mengoptimalkan sumber daya yang ada, dan menerapkan teknologi mutakhir yang akan mendorong kemampuan produksi kami ke tingkat yang lebih tinggi.
“Kemitraan SKK Migas dan SINOPEC akan berfokus pada kegiatan hulu minyak dan gas, yang mencakup eksplorasi, pengembangan, dan produksi hidrokarbon konvensional dan nonkonvensional (MNK), termasuk didalamnya adalah kerjasama dalam peningkatan perolehan minyak (EOR/CEOR) dimana SINOPEC telah berhasil menerapkannya pada skala komersial. Kolaborasi ini merupakan kunci untuk membuka potensi energi Indonesia yang sangat besar, khususnya di bidang-bidang yang membutuhkan teknologi maju dan pendekatan inovatif,” imbuh Dwi.
Lebih lanjut Dwi menjelaskan jika kolaborasi dengan SINOPEC mencakup pula inisiatif strategis dalam Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon (CCS/CCUS).
“Inisiatif-inisiatif ini tidak hanya penting untuk memaksimalkan ekstraksi sumber daya tetapi juga untuk mengurangi jejak karbon dan berkontribusi terhadap tujuan keberlanjutan global sekaligus mendukung tercapainya program nett zero emission (NZE) di tahun 2060 yang telah ditetapkan Pemerintah,” terang dia.
Dia menjelaskan, saat ini Indonesia sedang mengembangkan 12 proyek EOR dengan perkiraan total cadangan sebesar 951 MMSTB. Proyek EOR Tahap I di Lapangan Minas Sumatera telah mendapat persetujuan POD dan siap untuk dikembangkan. Kami berharap proyek-proyek lain akan segera menyusul. Untuk pengembangan CCS/CCUS, Dwi memperkirakan potensi penangkapan karbon bisa mencapai sekitar 12,2 gigaton
.
“Indonesia telah memulai proyek CCS/CCUS, dengan saat ini kemajuan nyata dalam pengembangan CCS/CCUS mulai terlihat di Lapangan Tangguh Train 3 yang telah diresmikan ground breaking proyek tersebut oleh Presiden Joko Widodo pada November 2023. Proyek CCS/CCUS lainnya yang sudah masuk tahapan kajian dan persiapan ada di Masela dan Sakakemang,” tegas Dwi.
Pemerintah memberikan dukungan yang kuat untuk pengembangan CCS/CCUS di Indonesia. Saat ini, dari segi regulasi, Indonesia telah memiliki peraturan yang komprehensif untuk pengembangan CCS/CCUS, baik peraturan umum di tingkat menteri maupun pedoman operasional di tingkat SKK Migas. (Kds)