Oleh : Andoes Simbolon/Wartawan BeritaBuana.Co
INDONESIA memperingati Hari Konstitusi setiap tanggal 18 Agustus. Hal ini dilaksanakan setelah terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 18 tahun 2008 tentang Hari Konstitusi.
Peringatan ini hendaknya dilaksanakan tidak sekedar seremonial dan bersifat formalitas belaka , tetapi hendaknya dimaknai sebagai sebuah peringatan yang bernilai historis yang bermuara untuk tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia. Sejarah mencatat setelah Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945, esok harinya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI mengesahkan UUD sebagai konstitusi serta menetapkan Soekarno dan M Hatta sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI.
Mengutip buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, disebut, UUD Negara RI Tahun 1945 adalah konstitusi negara sebagai landasan konstitusional bangsa Indonesia yang menjadi hukum dasar bagi setiap peraturan perundang-undangan di bawahnya. Oleh karena itu , dalam negara yang menganut paham konstitusional tidak ada satu pun perilaku penyelenggara negara dan masyarakat yang tidak berlandaskan konstitusi.
Menurut anggota DPR RI I Wayan Sudirta, tanggal 18 Agustus 1945 merupakan hari bersejarah bagi Indonesia karena pada tanggal tersebut UUD 1945 diresmikan sebagai konstitusi negara. UUD 1945 lahir dari proses panjang perjuangan kemerdekaan dan menjadi landasan hukum tertinggi yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konstitusi ini menurut Wayan Sudirta, menetapkan struktur pemerintahan, hak-hak dasar warga negara , dan prinsip – prinsip dasar negara seperti kedaulatan rakyat dan keadilan sosial.
Terkait soal hari konstitusi, anggota Fraksi PDI P ini mengatakan, perlunya diperingati tidak hanya terletak pada pengakuan terhadap sejarah konstitusi, tetapi juga sebagai momen refleksi untuk mengevaluasi implementasi konstitusi serta relevansinya dalam konteks kekinian.
“Peringatan ini memberikan kesempatan untuk menilai bagaimana konstitusi berfungsi dalam menghadapi tantangan-tantangan baru dan bagaimana prinsip -prinsip dasar konstitusi dapat terus dijaga dan diperkuat,”kata Wayan melalui keterangannya.
Dia menegaskan, konstitusi atau UUD adalah hukum tertinggi dalam suatu negara . UUD merupakan kontrakan sosial antara pemerintah dengan rakyat dan merupakan sumber legitimasi yang membuat aturan dasar penyelenggaraan negara.
Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan bahwa peringatan hari konstitusi merupakan momentum penting bagi bangsa untuk menyegarkan kembali memori kolektif serta mengevaluasi praktik penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan. Selain itu, momen peringatan hari konstitusi seperti sekarang ini juga digunakan untuk merefleksikan perjalanan bangsa, apakah sudah sejalan dengan tujuan negara seperti yang diamanatkan oleh konstitusi.
Bambang mengungkapkan, bahwa sebelum terjadinya amandemen pertama hingga keempat pada periode 1999 – 2002, implementasi konstitusi dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara mulai mengalami deviasi.
“Konstitusi ditafsirkan sesuai selera, bukan lagi merujuk pada tujuan awal dan itikad baik dari rumusan naskah UUD,” kata Bambang saat memperingati hari konstitusi dan HUT ke 79 MPR RI di gedung DPR/MPR/DPD RI, Jakarta, Minggu (18/8/2024).
Bambang menegaskan, bahwa amandemen terhadap konstitusi merupakan jawaban atas tuntutan reformasi yang menuntut pembenahan dan penataan kembali sistem ketatanegaraan, termasuk UUD 1945, agar tidak lagi ditafsir kan , diterjemahkan dan diimplementasikan secara sepihak dan sewenang-wenang.
Namun disayangkan bahwa setelah 26 tahun reformasi muncul kembali wacana untuk mengkaji opsi amandemen terhadap UUD 1945. “Dalam konsepsi ini, konstitusi jangan hanya dimaknai sebagai lembaran dokumen hukum. Karena sejatinya, ia mengandung pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah nilai-nilai luhur bangsa yang hanya akan bermakna ketika membumi dalam ruang realita,”tegas Bambang.
Pada kesempatan itu, Bambang menjelaskan bahwa sepanjang sejarah bangsa Indonesia, implementasi konstitusi sebagai hukum dasar telah melalui berbagai dinamika. Mulai dari pemberlakuan UUD 1945, UU Dasar RIS, UUD Sementara, UUD NRI 1945 hasil dekrit presiden 5 Juli 1959, hingga UUD NRI 1945 yang telah diamandemen pada periode 1999-2002.
“Pengalaman sejarah ini mengisyaratkan bahwa perubahan adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap periode pemerintahan akan dihadapkan pada tantangan zamannya masing-masing, baik yang muncul dari perubahan sosial, politik, ekonomi, kemajuan teknologi, maupun dari perbedaan cara pandang kita dalam memaknai arus perubahan,” jelas Bambang.
Lebih lanjut Bambang menekankan bahwa setelah 26 tahun era reformasi, sudah waktunya untuk merenungkan kembali dan mengevaluasi bagaimana konstitusi sebagai sumber tertib hukum fundamental diimplementasikan dalam kehidupan berbadan bernegara.
“Serta bagaimana kita memaknai kembali peran dan kedudukan MPR , khususnya pasca empat kali amandemen konstitusi,”ujar Bambang.
Ia juga menggarisbawahi bahwa konstitusi harus hidup dan bekerja, mampu menjawab setiap tantangan dan dinamika zaman. Konstitusi harus dijadikan rujukan yang diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Wakil Presiden K.H. Maruf Amin yang turut hadir di acara peringatan hari konstitusi tersebut menyatakan, hari konstitusi yang diperingati setiap tahun menjadi momen penghormatan setinggi-tingginya kepada para pendiri bangsa yang telah merumuskan dasar-dasar konstitusi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dia acara tersebut Wapres berkesempatan menyampaikan sejumlah pesan , antara lain harus jeli dan mengerti benar perbaikan apa yang harus dilakukan untuk kemajuan bangsa dan negara. Kita semua kata Wapres, memahami bahwa hukum, termasuk batang tubuh dari UUD 1945 harus mengikuti perkembangan zaman , masyarakat, hingga dinamika global.
Karena itu lah perubahan konstitusi hingga amandemen ke 4 sebagai sebuah keniscayaan dalam pergeseran sistem ketatanegaraan yang lebih demokratis.
Wapres juga berpesan , sekaligus menekankan bahwa penguatan visi konstitusi dan meningkatkan literasi konstitusi bagi generasi muda perlu terus dilakukan.
“Perlunya penguatan nilai-nilai kebangsaan kepada penerus masa depan bangsa kita terutama dalam menghadapi perkembangan teknologi dan transformasi digital,”kata Wapres.
Selain kepada penerus bangsa, Wapres Maruf Amin juga berpesan kepada jajaran pemerintah, masyarakat dan semua pemangku kepentingan yang lain harus terus membumikan konstitusi.
“Saya mengajak pimpinan dan anggota MPR RI untuk terus mengokohkan budaya konstitusi dalam kehidupan bernegara dan menjadikan konstitusi sebagai fondasi yang kokoh untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,”kata Wapres Maruf Amin.
Pesan yang sama juga disampaikan Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. Dia menyatakan, setiap anak bangsa harus memahami apa yang diamanatkan para pendiri bangsa melalui konstitusi yang telah disepakati bersama ketika negara ini merdeka. Jangan sampai nilai-nilai kebangsaan yang diamanahkan konstitusi justru tidak mampu diamalkan dan diwariskan kepada setiap anak bangsa sehingga menyebabkan kehilangan arah dalam membangun negeri.
“Agar arah dan cita-cita pembangunan yang digariskan dalam konstitusi tidak sampai terkikis oleh perkembangan zaman,”kata Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya Minggu (18/8/2024).
Karena itulah Lestari menegaskan, setiap anak bangsa harus benar-benar memahami apa yang diamanatkan para pendiri bangsa melalui konstitusi. Setiap anak bangsa, tokoh masyarakat dan para pemimpin di setiap daerah memberi teladan kepatuhan dalam menjalankan sejumlah aturan yang ditetapkan konstitusi.
Tentang kedudukan dan peran MPR RI, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyatakan harus dimaknai dan dirujuk dari perspektif MPR sebagai satu-satunya lembaga negara yang memiliki kewenangan konstitusional tertinggi, antara lain mengubah dan menetapkan undang-undang dasar, maupun sebagai satu-satunya lembaga negara yang paling merepresentasikan kedaulatan rakyat dalam bentuk aspirasi politik dan kepentingan daerah karena MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD.
Dalam buku materi sosialisasi empat pilar MPR RI disebut, MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, memiliki tanggung jawab untuk mengukuhkan pilar-pilar fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan mandat konstitusional yang diembannya.
Dalam kaitan ini, maka MPR berusaha melaksanakan tugas-tugas konstitusional nya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dengan senantiasa menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat, baik yang disalurkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, maupun saluran-saluran publik lainnya.
Disebutkan juga, bahwa MPR harus mampu meningkatkan peran dan tanggung jawab dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, mengembangkan mekanisme checks and balances, meningkatkan kualitas, produktivitas dan kinerja Majelis sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, MPR sebagai lembaga yang mencerminkan keterwakilan politik dan daerah , yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD , perlu melaksanakan peran strategis dalam perumusan arah kebijakan pembangunan nasional yang terencana, terukur dan berkesinambungan, sehingga penyelenggaraan pembangunan nasional dapat lebih fokus dalam mewujudkan tujuan nasional menuju masa depan Indonesia yang lebih baik , yang telah juga dirumuskan dalam visi Indonesia Masa Depan sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor VII /MPR /2001 dan UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025.
Selain dalam rangka pelaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam UUD, peran MPR salah satunya tercermin dari pelaksanaan tugas pimpinan MPR sebagaimana terdapat pada ketentuan Pasal 5 huruf a dan b UU Nomor 17 tahun 2014 jo. UU Nomor 42 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu memasyarakatkan Ketetapan MPR, Pancasila, Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 , Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika.
Peran tersebut diwujudkan dengan komitmen Pimpinan MPR untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap nilai-nilai luhur bangsa yang terdapat dalam Pancasila, UUD Negara RI Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika yang dikenal dengan istilah Empat Pilar MPR RI. (***)