Lain Hamas, Lain Chechnya

by
Tokoh Gerilyawan Chechnya,: Shamil Salmanovich Besayev. (Foto: Ist)

PAGI – pagi sekali, seorang yunior jurnalis menelepon. “Bang, percaya dech. Hamas, selepas ‘berpulangnya’ tokoh kharismatis Ismail Haniyeh. Nasibnya akan sama dengan pasukan separatis Chechnya”.

Hamas akan bersikap lunak dan mengikuti “skenario” Israel. Sama seperti sikap kompromistis Faksi Fatah (Mahmoud Abbas), yang “nrimo dan sabar menunggu. Entah sampai kapan! Bisa-bisa sampai ‘kiamat’ datang.

“Sama apa, dek,”kataku. Hamas itu ideologis, dan Chechnya adalah separatis yang menuntut Kemerdekaan, serta lepas dari Rusia di Kaukasus Utara. Tak mungkin sama,”.

Meski sama-sama berbasis Islam, Hamas (Harakatul Al-Muqawamma al-Islamiyya) adalah gerakan pembebasan, dari pendudukan Zionis diaspora. Lagi pula, Palestina punya sejarah sebagai sebuah bangsa yang tanahnya dicaplok, lewat Deklarasi Balfour atas prakarsa Inggris ketika itu (1948).

Di sisi lain, Chechnya, merupakan bagian dari Federasi Rusia. Sama seperti Republik Islam lain dalam Federasi Rusia, Tatarstan. Tidak sama. Ini saya bantah. Hamas lebih bersipat ideologis. Hanya meminta kembali “tanahnya” yang dirampas.

Tidak ada tekanan substansial dari pihak Rusia era Vladimir Putin kepada Republik Chechnya, pasca bubarnya Uni Soviet. Itu juga pembeda antara Perang Chechnya, dan Perang Gaza sekarang. “Kami berdebat seru”.
Chechnya memang bertarung sengit melawan pasukan Federasi Rusia.

Dalam dua sesi, Perang Chechnya. Pertama (1994-1996), pasukan Rusia kalah telak oleh gerilyawan Islam Chechnya, pimpinan Shamil Salmanovich Besayev-Dzokar Dudayev. Atas kemenangan itu, Chechnya menyatakan Kemerdekaan. Namun tak diakui Rusia.

Gerilyawan Islam Chechnya sangat kuat. Dalam dua tahun perang gerilya saja, hampir 6.000 pasukan Rusia tewas. Sementara di pihak gerilyawan separatis Chechnya, separuhnya, 3.000 orang. Jumlah ini ditambah lagi dengan 35.000-100.000 Warga sipil (Chechnya dan Rusia) terbunuh.

Apa yang dimiliki oleh gerilyawan Chechnya ketika itu, hampir sama dengan kekuatan yang dipunyai Hamas saat ini. Berkekuatan 24.000 pasukan (1994), seiring sengitnya perlawanan Chechnya, Rusia meningkatkan pasukannya menjadi 200.000 (1996). Tak sebanding.

Gerilyawan Chechnya, yang hanya mempunyai 6.000 ‘kombatan’ (1994), lalu naik ke 10.000 pasukan (1995), dan puncaknya menjadi 13.000 kombatan (1996), terasa kecil bila dikomparasikan. Memang ada tambahan sekitar 500-700 orang milisi Islam yang datang dari seantero Rusia (baca: Dagestan dan Ingushetia). Itu atas kesamaan ideologi (Islam).

Secara komparatif, Hamas dengan kekuatan tempur 40.000-an, juga tak seimbang melawan Pasukan Israel Deffence Force (IDF). Jumlahnya ratusan ribu. Ditambah ‘arsenal’ tank Markava serta pesawat pembom, Helikopter Apache. Dan, bantuan persenjataan lain (AS), serta sokongan finansial lobi Yahudi dunia. Ini timpang sangat jauh.

Betapa tak terperikannya “pressure” terhadap Hamas oleh Israel. Bertahan, hingga bulan ke-10, dengan amunisi cadangan (entah dari mana), adalah satu mukjizat.
Hamas? Tak punya pesawat, tak punya tank, tak punya helikopter. Perbatasan untuk suplai senjata dari luar Gaza juga tak memungkinkan dan terkepung. Gaza yang memiliki lebar 6-12 Kilometer dan panjang sekitar 41-an kilometer (luas 360-an kilometer), terlalu sempit sebagai medan perang. Sangat mudah menjadi bulan-bulan pesawat tempur Israel.

Bandingkan Gaza dengan Chechnya yang luasnya 17.300 kilometer bergunung/bukit, medan tempur keduanya sangat berbeda jauh. Perang gerilya pun, ‘hit & run’, membuat Shamil Besayev-Dzokar Dudayev lebih leluasa.

Sayangnya, kemenangan di Perang Chechnya pertama, gagal dipertahankan oleh Shamil Besayev di (Perang Chechnya-2). Setelah Presiden Chechnya ‘de facto’ (tidak ‘de jure’) Dzokar Dudayev tewas di rudal Pasukan Federasi Rusia (terlacak lewat jaringan telepon). Ini setelah Dzokar Dudayev menunjuk dirinya sebagai Presiden Republik Chechnya (1991-1996). Gerilyawan Islam, mulai terpecah belah.

Akhmad Kadyrov yang merupakan salah satu pimpinan gerilyawan Islam Chechnya, memilih berkompromi dengan Vladimir Putin (Presiden Federasi Rusia), tahun 2003. Kemarahan gerilyawan Islam, karena dianggap berkhianat, Kadyrov pun dibom oleh Islamis Chechnya.

Fase peperangan 1999-2000 Chechnya-Rusia, dan fase pemberontakan tahun 2000-2009 (perpecahan internal gerilyawan Islam Chechnya), diikuti dengan terbunuhnya “sang legendaris” Shamil Besayev (2006).

Akhmad Kadyrov yang merupakan salah satu pemimpin gerilyawan Islam Chechnya (bersama Besayev dan Dudayev) di perang Chechnya pertama, atas kompromistisnya, ditunjuk menjadi Presiden Republik Chechnya (menginduk) ke Federasi Rusia. Setelah, Akhmad terbunuh, Rusia menunjuk anaknya Ramzan Kadyrov (juga gerilyawan Islam Chechnya), sebagai Presiden Republik Chechnya (2007-sekarang).

Hari ini, Ismail Haniyeh di sholatkan di Teheran, diimami oleh pimpinan spiritual tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Tentu, secara simbolik, ini memiliki pesan “keras” kepada yang dituding sebagai pelakunya.
Hanya saja, masih tanda tanya. Terbunuhnya Haniyeh, lalu kabar terbunuhnya arsitek pertahanan, dan strategi Perang Hamas, Mohammad Deif. Akankah masih membuat Hamas solid dan kuat? Atau akan menjadi seperti Chechnya (setelah terbunuhnya Dzokar Dudayev), memilih kompromistis dengan “bargaining” lemah terhadap Israel?
Saya tak yakin. Karena, Hamas dan Chechnya, secara ideologis perjuangan, memiliki perbedaan tujuan.

*Sabpri Piliang* – (Wartawan Senior/Anggota Dewan Redaksi www.beritabuana.co