Tuai Polemik, CORE Indonesia: Tapera Kurang Sosialisasi

by
Gelora Talks bertema 'Tapera: Gaji Sudah Tipis Hidup Makin Miris, Kemana Mengadu?', yang ditayangkan secara langsung di kanal YouTube Gelora TV. (Foto: Humas GMC)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ekonomi CORE Indonesia Etika Karyani mengatakan, penolakan ramai-ramai terhadap program tabungan perumahan rakyat atau Tapera ini, akibat sosialisasi program tersebut belum dilakukan dengan baik. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama BP Tapera harus menjelaskan secara aktif kepada masyarakat, terutama pengusaha dan asosiasi pekerja.

“Mereka harus dilibatkan, karena mereka yang kena aturan ini,” kata Etika saat menjadi narasumber dalam Gelora Talks bertema ‘Tapera: Gaji Sudah Tipis Hidup Makin Miris, Kemana Mengadu?’, yang ditayangkan secara langsung di kanal YouTube Gelora TV, dikutip Kamis (13/6/2024).

Akibat tidak adanya sosialisasi ini, lanjut Etika, menyebababkan program Tapera menjadi polemik dan kontroversi di masyarakat Indonesia.

“Ini pengelolaan dananya bagaimana? Karena OJK juga meminta BP Tapera untuk menindaklanjuti temuan BPK yang menyebut 124.960 pensiunan belum menerima pengembalian dana total sebesar Rp567,5 Miliar pada 2021. Jadi dananya tidak bisa diambil, rumahnya tidak ada, lokasinya juga tidak jelas dimana,” katanya.

Ekonom Core Indonesia ini mengatakan, pasca pengesahan Undang-Undang (UU) CIpta Kerja, kenaikan upah buruh sangat rendah, bahkan tak bisa mengimbangi inflasi dengan daya beli dan kesejahteraan yang semakin menurun, ditambah kondisi global yang tidak menentu.

“Pak Jokowi (Jokowi) harus melihat kondisi ini. Kita berharap agar program Tapera ini tidak menjadi ladang korupsi baru seperti yang terjadi pada kasus Asabri, Jiwasraya dan Taspen atau digunakan untuk pembiayaan lain,” tegas Etika.

Kesempatan sama, penasihat Asosiasi Emiten Indonesia Gunawan Tjokro mengatakan, kenaikan gaji buruh di Indonesia sangat lamban dibanding dengan kenaikan harga properti, sehingga hal ini menimbulkan gap atau kesenjangan.

“Makanya sekarang jarang ada karyawan, kalau ada pameran perumahan berduyung-duyung meminta brosur. Ini masalahnya, apalagi kalau kita melihat karyawan di level bawah,” katanya.

Sebagai pengusaha, Gunawan bisa memahami upaya pemerintah dalam mengatasi kesenjangan dalam pemenuhan kebutuhan perumahan bagi pekerja tersebut.

“Tapi dengan Tapera ini, banyak asosiasi-asosiasi pengusaha dan serikat pekerja menolak, karena pembuatannya kurang teliti, sehingga banyak dipertanyakan,” ujarnya lagi.

Sedang Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Riden Hatam Aziz meminta agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat dicabut.

“Kita sudah banyak dipotong untuk BPJS Kesehatan, JHT, belum PPh. Itu potongan pajaknya saja bisa 1 jutaan, sementara gaji hanya upah kita sekitar 3,4, 5 jutaan. Jadi gaji kita bukan hanya tipis, tapi sudah habis dipotong, potong-potong lagi. Makanya buruh akan demo Kemenkeu agar pemerintah mencabut PP tersebut,” demikian Riden Hatam Aziz. (Ery)

No More Posts Available.

No more pages to load.