BERITABUANA.CO, JAKARTA – Indonesia berkomitmen untuk turut serta mengatasi tiga isu prioritas yang menjadi pembahasan dalam Presidensi G20 India.
“Karena itu, Indonesia berkomitmen untuk bekerja sama dengan G20 ,” kata Menaker Ida Fauziyah saat memberikan pernyataan tentang Deklarasi dan Prioritas EWG pada Pertemuan Menteri Tenaga Kerja dan Ketenagakerjaan G20 di Indore, India, Jumat (21/7/2023).
Selanjutnya, ia berbagi perspektif dan pendekatan Indonesia terhadap tiga isu prioritas tersebut. Pertama, kata Ida Fauziyah, mengatasi kesenjangan keterampilan global.
Indonesia percaya bahwa mengatasi kesenjangan keterampilan global memerlukan pendekatan yang komprehensif dan multi-stakeholder. Terkait hal ini, menurut Ida, berinvestasi dalam program pendidikan dan pelatihan kejuruan yang berkualitas, termasuk magang sangat penting dalam menyelaraskan dengan kebutuhan industri, serta tidak kalah pentingnya mempromosikan pengakuan kualifikasi pemagangan di tingkat nasional, regional, dan internasional.
“Berdasarkan pengalaman Indonesia, mempromosikan pembelajaran sepanjang hayat, kewirausahaan, inovasi, dan pengakuan keterampilan sangat penting untuk menjembatani kesenjangan keterampilan dan memberdayakan individu di pasar tenaga kerja yang berubah dengan cepat. Pendekatan ini melibatkan masyarakat dan membutuhkan kerja sama dengan serikat pekerja,” jelas Ida.
Selain itu, ia juga mendorong kolaborasi antara lembaga pendidikan, perusahaan, lembaga pemerintah, dan entitas lainnya, termasuk UKM untuk memfasilitasi magang berkualitas, penilaian keterampilan, dan peluang peningkatan karir yang menguntungkan pekerja dan beradaptasi dengan dinamika pasar tenaga kerja yang berubah.
Kedua, ungkap Ida, perlindungan sosial yang memadai bagi pekerja gig dan dan ekonomi platform. Dalam hal ini ia berpandangan, cakupan perlindungan sosial bagi pekerja gig dan ekonomi platform ini semakin penting karena pertumbuhannya yang pesat dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Seiring perkembangan gig economy, menurutnya, penting untuk mengantisipasi dan mengatasi potensi munculnya bentuk dan skema baru untuk memastikan kesejahteraan dan perlindungan pekerja gig (pekerja tidak tetap berdasarkan proyek atau dengan jangka waktu tertentu).
“Karena itu, kita harus menetapkan kerangka kerja yang memperjelas status kepegawaian mereka, mengutamakan K3, menjamin perlakuan yang adil, dan menyediakan akses ke perlindungan sosial dan manfaatnya,” ucap Ida.
Lebih lanjut ia mengatakan, dalam konteks Indonesia, pemerintah telah bekerja sama dengan perusahaan platform, dan perwakilan pekerja untuk mengembangkan kebijakan yang melindungi hak dan kesejahteraan pekerja gig. Selain itu, upaya pemerintah untuk meningkatkan kepesertaan tenaga kerja di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional merupakan langkah yang patut diacungi jempol untuk memperluas cakupan perlindungan sosial bagi para tenaga kerja tersebut.
Ketiga, memastikan pembiayaan perlindungan sosial yang berkelanjutan. Terksit hal ini Ida menyatakan, Indonesia percaya bahwa program perlindungan sosial harus berkelanjutan secara finansial. Artinya, mereka harus didanai dengan cara yang tidak membebani anggaran pemerintah.
“Berdasarkan pengalaman Indonesia, kami mengeksplorasi sejumlah langkah, termasuk memperluas basis pendapatan, memperkuat sistem perpajakan, dan mengeksplorasi model pembiayaan yang inovatif. Kami juga percaya bahwa penting untuk memprioritaskan pengeluaran publik untuk perlindungan sosial, dan untuk terlibat dalam kerja sama dan bantuan internasional untuk meningkatkan sumber daya dan bantuan teknis,” ucapnya.
Untuk itu, Ida Fauziyah merekomendasikan untuk menyelaraskan dan menggabungkan prioritas ini dengan potensi hasil nyata yang dibahas dalam aliran keuangan G20 untuk memastikan penerapannya yang efektif. (Ful)