2 Wanita Korban Mafia Tanah di Sulut Mengadu ke Presiden, Sebelumnya Temui Ronny F Sompie

by
lrjen Pol Purn DR Ronny F Sompie SH, MH (kedua dari kanan). (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Mafia tanah di Sulut masih merajalela. Salah satu korban ulah mafia tanah menimpa ahli waris tanah keluarga besar Sumesey yaitu kakak beradik Sendy Sumarauw dan Debby Sumarauw. Tanah mereka seluas 4 Ha di area yang kini sudah dibangun Bendungan Kuwil tak pernah dibayar oleh pemerintah atau pihak PT Jasa Marga.

Dua wanita kakak beradik yang berasal dari Desa Kolongan, Minahasa Utara yang juga tempat asal Gubernur Sulut Olly Dondokambey, Minggu ( 26/2) lalu bersama Maria Taramen (seorang anggota LSM) meminta petunjuk kepada lrjen Pol Purn DR Ronny F Sompie SH, MH, sebagai tokoh Kawanua yang menjabat Ketua Dewan Pembina DPP Kerukunan Keluarga Kawanua (K3) di Jakarta.

Dalam pertemuan yang berlangsung di wilayah Tebet, Jakarta Selatan, kedua wanita ini meminta saran tentang ketidakadilan yang mereka alami selaku ahli waris lahan seluas 4 Ha yang hingga kini belum mendapatkan ganti rugi padahal proyek Bendungan Kuwil sudah diresmikan Presiden Jokowi, dua bulan lalu (29 Januari 2023).

Keduanya menceritakan, kerugian mereka akibat ulah mafia tanah yang diduga melibatkan oknum di BPN Sulut ini, ditaksir senilai Rp 6,4 miliar, sesuai taksasi harga pembebasan tanah seluas 40.516 meter persegi yang berlokasi di Desa Kolongan, Minahasa Utara yang sudah ditetapkan dalam Berita Acara Musyawarah Penetapan Bentuk Ganti Kerugian Pengadaan Tanah Pembangunan Gedung Kuwil Kawangkoan No. 2845/BA/PT/XII/2018 tertanggal 21 Desember 2018.

Sebab itu, maksud kedatangan mereka ke Jakarta ingin mengadu langsung ke Presiden Jokowi, Menkopolhukam Prof Machfud MD dan Menteri ATR/BPN dalam memperjuangkan hak mereka tentang tanah mereka yang sudah dikuasai secara sepihak oleh oknum- oknum mafia tanah dan negara.

“Kami ahli waris tanah yang sah. Mengapa kami tidak mendapatkan uang ganti rugi. Kami sudah mengadu di berbagai instansi di daerah tapi nda ada tanggapan,” ujar keduanya sambil mengaku sudah mengirim surat ke staff Kemensetneg RI.

Ronny Sompie, setelah mendengar keluhan keluarga Sumarauw ini, kemudian mengaku menerima mereka berdua sebagai sesama Tou Tonsea(orang Tonsea) sekaligus Tou Minahasa (orang Minahasa) yang perlu diayomi dan didengar keluhannya soal hak atas tanah warisan Orangtuanya.

Sebagai Ketua Dewan Pembina KKK, Ronny Sompie merasa prihatin atas keluhan yang mereka berdua alami. Namun demikian, tetap saja Ronny Sompie memberikan arahan, agar mereka berdua tetap melakukan upaya melalui jalur hukum yg berlaku. Jangan sampai melanggar hukum, karena Indonesia adalah negara yang menghormati hukum yang berlaku.

Ronny menyarankan mereka juga terus berdoa mohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar usaha mereka bisa berhasil. Doa adalah bentuk penyerahan atas kuasa Allah bagi upaya yang mereka perjuangkan secara benar, jujur dan transparan, sehingga bisa mendapatkan perlakuan yang adil atas hak tanah warisan orangtua mereka.

Ronny, berharap agar mafia tanah di daerah Sulut segera diambil tindakan oleh aparat kepolisian setempat, dan aparat hukum lainnya seperti Kejaksaan, Pengadilan terutama BPN karena masih banyak sengketa tanah di Sulut yang penyelesaiannya tidak mencerminkan rasa keadilan di masyarakat. (nico)