Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Sudah Benar, Tidak Bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45

by
Anggota MPR RI, Wahyu Sanjaya yang hadir secara virtual di Dialektika Demokrasi. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota MPR RI dari Fraksi Demokrat, Wahyu Sanjaya mengatakan, sistem pemilu yang saat ini berjalan sudah cukup baik. Tingkat partisipasi rakyat saat ini sudah sangat baik, bahkan di dunia.

Artinya, kata Wahyu, rakyat ingin melihat bahwasannya calon yang mereka dukung sudah sesuai.

“Kalau ini dikembalikan pada sistem tertutup di mana kita hanya mencoblos logo partai, kesempatan bagi rakyat untk mengenal lebih jauh calonnya itu menjadi kurang bagus, tidak sesuai yang terjadi selama ini,” jelas Wahyu dalam diskusi Empat Pilar MPR RI Bertajuk ‘Sistem Pemilu dan Masa Depan Demokrasi Pancasila’ di Media Centre DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2/2023).

Wahyu menuturkan bahwa semua sudah capek saat Reformasi dulu. Jadi, sangat tidak mungkin harus balik lagi ke sistem proporsional tertutup.

“Saya bingung sebenarnya, masih ada orang atau kelompok yang menginginkannya pemilu dengan menggunakan sistem proporsional tertutup. Termasuk ada yang menggugat ke MK. Kami melihatnya bahwasanya maslah tertutup dan terbuka itu domainnya di DPR, bukan di tempat lain,” kata Wahyu heran.

Wahyu melihatnya, dengan sistem yang sudah jalan ini, yakni terbuka saat ini, tidak ada yang bertentangan dengan Pancasila, dan UUD 1945. Kenapa musti diperdebatkan lagi?

“Tapi kalau hal itu ada persoalan politis, ya kami tidak tahu. Kenapa bisa gaduh seperti saat ini. Bahkan sampai ada gugatan ke MK. Kami benar-benar tidak mengerti,” ujar Wahyu.

Pengamat Politik Ujang Komarudin. (Foto : Jimmy)

Aneh

Sementara Pengamat Politik Ujang Komarudin, juga menyatakan hal yang aneh. Menurutnya, jika bicara logika, mestinya  yang menginginkan tertutup itu adalah Partai Golkar. Karena Golkar adalah partai yang berkuasa di masa orde baru.

Tetapi nyatanya, kata Ujang, justru Golkar punya sikap yang berbeda tadi dalam konteks menjaga proses demokratisasi di Indonesia. Makanya  Dave Laksono katakan, bukan persoalan, katakanlah kalau tertutup atau terbuka tetapi bagaimana menjaga kesinambungan demokrasi.

Nah, bicara demokrasi, menurut Ujang, Indonesia belum menjadi negara Demokrasi, tapi masih dalam proses tahap transisi menuju Demokrasi.

“Dalam proses transisi ini maka kita terjadi namanya konsolidasi demokrasi, nah hal ini konsolidasinya sukses enggak, kita sudah berapa kali, 5 kali pemilu pasca reformasi, nah kalau kita buku Guillermo o ‘Donnell tentang teori demokrasi nah sebenarnya kalau konsolidasi demokrasi kita tidak berjalan mulus, pemilunya misalkan tadi sistemnya dirubah-rubah dan lain sebagainya, apalagi mungkin nanti, MK memutuskan apa, seandainya tertutup maka ini kita bisa setback, ke wilayah apa, ke wilayah ya kalau kita sebut ya memang bisa dikatakan enggak terlalu jauh, kita akan kembali ke masa-masa orde baru itu, apa yang mau kita pertaruhkan dengan sistem pemilu tertutup, enggak ada, enggak ada,” tandas Ujang.

Lucunya lagi, lanjut Ujang, PDIP yang mendorong, padahal kita tahu bahwa PDIP adalah partai yang kencang beroposisi ketika zaman bapak SBY 10 tahun dan hari ini 8 tahun menjadi partai penguasa, justru sebaliknya menginginkan tertutup.

“Saya tidak tahu ya, yang jelas, yang pasti, kalau kita ingin menjaga kesinambungan konsolidasi demokrasi, gitu ya, dengan sistem tertutup dengan terbuka, maka saya meyakini plus minus antara tertutup dan terbuka masih banyak plus terbukanya,” kata Ujang. (Kds)