BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Benny K Harman mengingatkan dalam proses penegakan hukum, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak seperti orang yang sedang menari Poco-Poco. Yakni, sambung dia, dalam proses penegakan hukum suatu kasus, hukum hanya tajam dan tumpul di tempat saja.
“Meminjam apa yang disampaikan Bapak (calon) Kapolri dia akan mengubah paradigma penegakan hukum, paradigma lama hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah, lalu saya sambung bukan hanya itu hukum jangan tumpul ke kanan, dan tajam ke kiri,” kata Benny dalam Raker Jaksa Agung Burhanuddin dengan Komisi III DPR RI, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/1/2021).
Selain itu, lanjut politisi Parrtai Demokrat itu, jangan sampai hukum ini tumpul di tempat, tajam di tempat yang membuat hukum malah seperti orang menari Poco-Poco.
“Hanya kelihatan maju tetapi majunya di tempat,” sindir Benny.
Menurut dia, keberanian Kejaksaan Agung untuk memproses sejumlah kasus besar, seperti Jiwasraya, ASABRI, dan perkara tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi di BPJS Ketenagakerjaan, patut diapresiasi.
Apresiasi itu belum cukup hanya pada tahap keberanian saja, lanjut dia, perlu apresiasi selanjutnya yang tidak hanya berhenti pada tingkat pengungkapannya, tetapi publik juga ingin mengetahui dengan jelas siapa-siapa saja sebetulnya yang terlibat dalam kasus-kasus tersebut.
Benny yakin sekali dengan mekanisme yang sangat transparan di Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus ini, semua tau proses ini berjalan adil atau tidak adil, ada yang dilindungi atau tidak,”paparnya.
“Inilah permainan hukum yang menurut saya apabila tidak dilakukan pengawasan yang ketat maka proses pemeriksaaan, proses penyelidikan, proses penuntutan, tidak sebagaimana yang diapresiasikan,” sebutnya.
Dalam kesempatan ini, Benny juga mempertanyakan ikhwal tuntutan terhadap terdakwa Djoko Tjandra yang dituntut hanya 2 tahun atas kasus surat perjalanan palsu.
Ia mengingatkan, jangan sampai sejumlah kasus besar yang dipublis Kejaksaan Agung, dalam proses tuntutannya sama seperti tuntutan pelaku pencurian hewan ternak.
“Saya katakan tadi proses yang dituntut publik supaya berjalan lebih transparan dan adil untuk mendapatkan kepastian hukum itu. Ujungnya nanti tuntutan, jangan sampai kasus-kasus besar ini BPJS, ASABRI, Jiwasraya tuntutannya sama seperti maling kambing, seperti di kampung saya,” tegas legislator dari NTT ini.
Seperti kasus Djoko Tjandra, Benny menilai sangatlah tidak adil tuntutannya itu.
“Tapi saya tidak tau juga, ini kan rasa keadilan, apa adil orang seperti Djoko dituntut sekian tahun, sementara seorang kepala desa di kampung saya yang dituduh mencuri tidak lebih dari 100 juta itu minimal 4 tahun masuk bui bahkan 6 tahun,” pungkas dia. (Jal)