Taufik Basari Bilang, UU ITE Banyak Memakan Korban

by
Anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem Taufik Basari. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota komisi III DPR RI Taufik Basari menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta DPR merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jika dalam implementasinya menimbulkan ketidakadilan.

“Penerapan UU ITE selama ini seringkali bermasalah sehingga banyak memakan korban karena adanya pasal yang multitafsir,” kata Taufik kepada wartawan, Rabu (17/2/2021).

Bahkan menurut dia, sejak dulu dirinya berharap ada revisi terhadap UU ITE ini. Karena menurut hematnya, dalam penerapannya cenderung multitafsir.

“Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE misalnya, pasal ini menjadi pasal yang bisa multitafsir. Siapa saja bisa dikriminalisasi, bisa saling lapor. Masyarakat biasa, tokoh hingga jurnalis juga ikut terjerat,” sambungnya.

Taufik Basari menilai, pendangan Presiden untuk membuka peluang merevisi UU ITE sudah didasarkan pada fakta di lapangan yang menjadi perhatian beliau.

Dia menyebut, berdasarkan laporan yang dihimpun oleh ICJR, sejak 2016 sampai dengan Februari 2020, untuk kasus-kasus dengan pasal 27, 28 dan 29 UU ITE, menunjukkan penghukuman (conviction rate) mencapai 96,8% (744 perkara) dengan tingkat pemenjaraan yang sangat tinggi mencapai 88% (676 perkara).

“Laporan terakhir SAFEnet menyimpulkan bahwa jurnalis, aktivis, dan warga kritis paling banyak dikriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal karet yang cenderung multitafsir dengan tujuan membungkam suara-suara kritis. Sektor perlindungan konsumen, anti korupsi, pro demokrasi, penyelamatan lingkungan, dan kebebasan informasi menjadi sasaran utama,” bebernya.

Menurutnya, pasal-pasal karet yang kerap dijadikan alat untuk melakukan kriminalisasi dan membungkam kebebasan berekspresi seperti dalam UU ITE. Pada akhirnya, lanjut Taufik, bisa menciptakan ketakutan di masyarakat dalam menyampaikan kritik.

“Olehnya itu, sebaiknya pasal yang potensial menjadi pasal karet dihapus atau dicabut saja. Selanjutnya perlu dipikirkan agar masyarakat diberi pengetahuan yang cukup tentang literasi digital khususnya dalam memproduksi konten digital,” jelasnya. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *