HNW Nilai Vonis Habib Rizieq Tidak Adil dan Terkesan Dipaksakan

by
Wakil Ketua MPR RI dari F-PKS, Hidayat Nur Wahid. (Foto: Humas MPR)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) berpandangan putusan pengadilan terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS) berupa denda sebesar Rp20 juta terkesan dipaksakan dan tidak mencerminkan keadilan hukum.

Hal itu dikesankan tersebut mudah disimpulkan, apalagi dengan membaca dan memahami isi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur secara utuh. Di bagian pertimbangan hakim, disebutkan bahwa majelis hakim mengakui adanya diskriminasi penegakan hukum dalam pelanggaran protokol kesehatan Covid 19 terhadap Habib Rizieq. Karena di banyak kasus lain, pelanggaran Prokes tidak diproses ke jalur pidana. Hal ini menjadi alasan bahwa hakim hanya menjatuhi vonis denda, bukan pidana penjara.

“Dari pertimbangan tersebut, dapat dipahami bahwa majelis hakim menilai ada diskriminasi dan ketidakadilan hukum. Apalagi kasus-kasus kerumunan yang tidak ditindaklanjuti itu sudah terjadi sebelum HRS diajukan ke pengadilan, juga tetap terjadi sesudah HRS dipenjara karena tuduhan kerumunan yang dituduhkan sebagai melanggar prokes Covid-19,” kata HNW dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (28/5/2021).

“Diskriminasi dan ketidakadilan itu sangat mencolok mata, melukai rasa keadilan publik, dan kredibilitas penegakan hukum,” tambahnya.

HNW juga menyayangkan sikap majelis hakim yang mengakui adanya diskriminasi tapi tetap menjatuhkan vonis pidana, walaupun hanya berupa denda.

“Padahal hukum itu esensinya adalah Keadilan. Apalagi Indonesia sudah menegaskan diri sebagai negara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, yang salah satu aspeknya adalah equality before the law (persamaan di hadapan hukum),” ucapnya.

“Dan sayangnya majelis hakim yang mengakui adanya diskriminasi yang bisa diartikan sebagai adanya ketidakadilan hukum, tetapi tetap saja menjatuhkan sanksi hukum.”

Oleh karena itu, HNW berharap atas pertimbangan majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU) dapat berinstropeksi diri dengan menegakkan hukum secara benar, agar diskriminasi dan ketidakadilan hukum ini tidak terus berlanjut. Apalagi, sebelumnya, jaksa penuntut umum juga pernah menunjukan ketidakprofesionalan atas tuduhannya kepada Habib Rizieq, dan mengakui salah serta meminta maaf kepada HRS.

Lebih lanjut, HNW menilai adanya nuansa ketidakadilan terhadap Habib Rizieq juga tercermin dalam perkara kasus kerumunan Petamburan, di mana Habib Rizieq divonis 8 bulan penjara.

“Habib Rizieq sudah dikenakan sanksi administrasi sebelumnya dengan membayar Rp 50 juta dalam kasus ini. Lalu mengapa hakim masih memvonis 8 bulan? Artinya, Habib Rizieq dihukum dua kali atas perbuatan yang sama, sesuatu yang jelas melanggar kaidah hukum. Apalagi dengan acara berizin itu,” papar politikus PKS itu.

“Hakim juga mengakui tidak terbukti adanya penghasutan. Publik pun tahu bahwa klaster baru penyebaran covid-19, akibat kerumunan di Petamburan juga tidak ada. Dengan fakta-fakta yang diakui Hakim, mestinya vonis untuk HRS adalah bebas murni,” ujarnya.

Dirinya berharap kepada majelis hakim di perkara Habib Rizieq terkait kasus tes swab di Rumah Sakit UMMI, agar lebih berani menegakan hukum dan keadilan, dengan tak lagi membiarkan diskriminasi terus terjadi.

“Apabila memang tidak perlu diproses secara hukum pidana, ya harus tegas menyatakan hal tersebut di amar putusan. Jangan di pertimbangan mengakui adanya diskriminasi, tetapi di amar putusan tetap menjatuhkan hukuman,” ujarnya.

Tidak hanya itu, HNW juga menyoroti kasus RS UMMI, fakta persidangan menunjukan bahwa keterlambatan hasil tes swab dilaporkan ke Dinkes Kota Bogor karena hasil tersebut dibawa oleh polisi, bukan karena kelalaian RS maupun HRS.

“Pentingnya penegakan hukum yang adil, tanpa diskriminasi juga agar harapan Majelis Hakim terhadap HRS sebagai tokoh masyarakat yang dihormati, dapat mengedukasi masyarakat, bisa terlaksana dengan baik dan maksimal,” pungkasnya. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *