Membahas Persoalan Intoleransi Merupakan Tantangan Serius

by
Diskusi Virtual Kaukus Muda Indonesia (KMI) bertema "Urgensi Penguatan Moderasi Beragama dalam Menangkal Arus Intoleransi", Kamis kemarin (29/4/2021).

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Intelektual Muhammadiyah, Prof.Dr. Ahmad Najib Burhani, MA., mengatakan bahwa membahas persoalan intoleranasi ini, merupakan tantangan serius bagi seluruh elemen bangsa, termasuk kaum intelektual. Apalagi sejak masa pandemi virus corona atau Covid-29 melanda Tanah Air ini, banyak muncul tindakan intoleran.

“Misal kita melihat dan menekan ke syiah, dianggap lebih bahaya di covid. Ini baru contoh tindakan memperihatinkan kita karena terjadi di tengah pandemi,” sebut Najib dalam Diskusi Virtual Kaukus Muda Indonesia (KMI) tentang “Urgensi Penguatan Moderasi Beragama dalam Menangkal Arus Intoleransi”, Kamis (29/4/2021). 

Karenanya, menurut profesor riset di Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya (PMB) LIPI ini, pandemi Covid-19 ternyata tidak menghalangi orang untuk tidak bersikap intoleransi. Bahkan, intoleransi tidak hanya tejadi di masyarakat umum, tapi juga di beberapa kampus di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).

“Hampir 30 persen (mahasiswa) tertarik untuk menigkuti organsisasi paham radikal, bermakasud mengganti paham negera. Mahasiswa cenderung intoleran dan radikal,” bebernya.

Bahkan, Najib menyebutkan, kasus jilbab di SMKN 2 Padang beberapa waktu lalu mengindikasikan, masih ada sebagian dari masyarakat beragam yang ingin memaksakan keyakinan keagamaannya kepada mereka yang berbeda.

“Tragisnya, pemaksaan seperti itu justru dipandang oleh mereka sebagai religious virtue (kebajikan keagamaan) dan bukan sebagai pelanggaran, baik terhadap agama maupun konstitusi. Kasus jilbab ini adalah satu dari sekian kasus berkaitan dengan kebebasan beragama di Sumatera Barat dalam beberapa tahun terakhir,” katanya.

Sejak Maret tahun lalu, ada rentetan tindakan intoleran. 16 Maret 2020 ada aliansi yang menekan Ahmadiyah, Tasik menyegel Masjid. Penyegelan pemakaman adat karukun, juga penyematan stigma buruk pada etnis Tionghoa sejak awal pandemi.

“Survei ini menjadi kenyataan. Tantangan kita ini, dekat dengan kita tidak jauh. Di lingkungan kita di kampus kita. Bisa jadi kalau kita survei di NU atau Muhammadiyah. Bisa jadi ada juga pandangan yang demikian. Kampus umum seperti UI, ITB bisa jadi lebih buruk,” demikian Ahmad Najib Burhani. (Jimmy)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *