KPPU Minta Pemerintah Selesaikan Tiga Hal Ini Sebelum Langgengkan Impor Garam 3 Juta Ton

by
Ilustrasi impor garam (Foto: Ist)

BERITABUANA. CO, JAKARTA – Sebelum pemerintah melanggengkan impor tiga juta ton garam masuk ke pasar dalam negeri, ada tiga hal yang terlebih dahulu diselesaikan terkait data kebutuhan garam, produksi dalam negeri, hingga stok garam lokal yang terserap dari tahun tahun sebelumnya.

Demikian diungkapkan Direktur Kebijakan Persaingan Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU), Taufik Ahmad dalam konferensi pers virtual, Selasa (20/4/2021).

Menurut KPPU, kata dia, data yang disajikan pemerintah selama ini kurang dapat diandalkan. Bila dibiarkan bisa menjadi sumber masalah, salah satunya memicu praktik rente.

“Penetapan kebutuhan garam 4,6 juta ton tahun ini dan alokasi impor 3 juta ton berpotensi over estimasi,” kata Taufik.

Menurut Taufik, perkiraan kebutuhan garam 4,6 juta ton yang disampaikan pemerintah itu bisa saja keliru. Apalagi terjadi kenaikan perkiraan kebutuhan garam dari tahun lalu sebanyak 4,7% dari proyeksi kebutuhan garam 2020. Padahal belum tentu kebutuhan garam tahun ini belum tentu lebih besar dari tahun lalu.

Kemudian, terkait penetapan kuota garam impor hingga 3 juta ton. Menurut data yang dihimpun KPPU, pertumbuhan sektor industri pengolahan tahun ini masih akan di bawah pertumbuhan sebelum pandemi atau tahun 2019. Pertumbuhan sektor industri pengolahan tahun diyakini hanya naik antara 2,49-3,1% saja. Sedangkan, tahun 2019 lalu mencapai 3,8%.

Logikanya, kebutuhan garam industri juga belum tentu sebanyak tahun 2019. Tahun itu, Indonesia hanya mengimpor 2,5 juta ton garam. Rekomendasi tahun ini hingga 3 juta ton garam berpotensi berlebih dan akhirnya masuk ke pasar garam rakyat. Tentu mengurangi garam rakyat, atau lokal.

Lebih lanjut, untuk pemerintah adalah terkait proses importasinya. Pemerintah menyerahkan wewenang kepada para pelaku usaha untuk melakukan impor garam sesuai alokasi kuota yang ditetapkan untuk kebutuhan dalam negeri.

Namun, sayangnya, di sini pemerintah kurang tegas dalam mengawasi. Sehingga, dari total rekomendasi impor yang sudah dikeluarkan 2,1 juta ton untuk periode Januari-April 2021, realisasi impor yang dilakukan pelaku usaha baru mencapai 412 ribu ton atau 19% dari total rekomendasi tersebut.

Apabila dihitung dari alokasi awal yang 3 juta ton, maka realisasinya sampai April baru sampai 13,38%. Dikhawatirkan akhir tahun nanti Indonesia malah kelebihan garam impor, bila proses importasinya tak diawasi dengan baik.

“Ini perlu dicermati juga oleh kita bersama, dengan realisasi 4 bulan pertama ini belum mencapai 1/3 dari kuota sebesar 3 juta ton, padahal kalau dihitung per 4 bulan jadi ada 3 periode, kalau kita bagi 3 aja berarti harusnya 4 bulan pertama ini realisasi impor sudah mencapai 1 juta ton,” sambungnya.

Seterusnya adalah soal pengawasan pasca impor. Pemerintah dinilai tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap penggunaan garam impor oleh importir.

“Jadi berapa besar yang digunakan dan berapa besar yang disalurkan ke pihak lain itu tidak diawasi, jadi ada kemungkinan terdapat sisa stok garam impor yang tak terpakai oleh industri sehingga berpotensi ke pasar garam rakyat,” katanya.

Potensi masuknya kelebihan garam import ke pasar garam rakyat semakin besar apabila importir tidak melaporkan penggunaan serta penyaluran garam impornya kepada pemerintah.

“Dampaknya bisa terjadi disparitas harga antara garam impor dengan garam rakyat, dan menjadi insentif yang signifikan bagi pelaku usaha untuk melakukan perdagangan lintas pasar tersebut,” imbuhnya. (Ram)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *